A. ETIKA DALAM MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan dalam konteks
pembahasan ini adalah berhubungan dengan penganggaran. Anggaran adalah suatu
rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan bank
yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku untuk jangka waktu
tertentu di masa mendatang. Anggaran berkaitan dengan manajemen keuangan yang
berkaitan dengan waktu realisasi, maka biasanya disebut dengan rencana keuangan
(budgetting). Rencana keuangan adalah
rencana keuangan lembaga bisnis yang merupakan terjemahan program kerja lembaga
bisnis ke dalam sasaran-sasaran (target) keuangan yang ingin dicapai dalam
kurun waktu tertentu.
Penganggaran budgetting merupakan
proses yang mencakup :
- Penyusunan
rencana kerja lengkap untuk setiap jenis tingkat kegiatan dan setiap jenis
tingkat kegiatan yang ada pada suatu lembaga.
- Penentuan
rencana kerja dalam bentuk mata uang dan kesatuan kuantitatif lainnya,
dilakukan melalui sistematika dan logika yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Rencana kerja
masing-masing dari setiap kesatuan usaha, satu sama lain atau secara
keseluruhan, harus dapat berjalan dengan serasi.
- Penyusunan
rencana kerja perlu adanya partisipasi dari seluruh tingkatan manajemen sehinngga
pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab seluruh anggota manajemen.
- Anggaran
merupakan alat koordinasi yang ampuh bagi Top Manajer dalam mengelola
bank, dalam rangka mencapai rencana yang telah ditetapkan.
- Anggaran
merupakan alat pengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana kerja,
sekaligus dipakai sebagai alat evaluasi dan penetapan tindak lanjut.
- Anggaran
merupakan alat pengawas dan pengendalian jalannya bisnis.
Penganggaran merupakan langkah-langkah
yang menjadi dasar bagi penetapan strategi bisnis. Penganggaran merupakan
perencanaan strategi unit bisnis, terlebih lagi adalah berkaitan dengan masalah
keuangan lembaga bisnis.
Manfaat dan Keuntungan Budgetting :
Dengan memahami kaidah-kaidah dasar
perencanaan keuangan, pengelola bank dapat menetapkan sasaran pengembangan yang
diinginkan, melaksanakan, mengendalikan dan secara tekun dan taat untuk
mencapainya. Keuntungan Budgetting yang lebih spesifik antara lain :
1. Merangsang atau memaksa pertimbangan-pertimbangan
mengenai kebijakan dasar manajemen.
2. Membutuhkan organisasi yang mantap, pembagian
tanggung jawab yang jelas dan tetap pada tiap bagian manajemen.
3. Mendorong anggota manajemen untuk ikut serta dalam
penetapan tujuan bersama dan tempat untuk komunikasi berkala antar pengurus.
4. Mendorong semua bagian manajemen untuk membuat
rencana yang sesuai dengan bagian lain.
5. Mengharuskan untuk pemakaian tenaga kerja,
fasilitas dan modal yang paling ekonomis.
Kaidah Dasar Perencanaan
Sebagaimana kaidah umum yang berlaku,
sasaran perencanaan keuangan perlu memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai
sebagai berikut :
1. Sesuai kemampuan (Realistis)
Dalam merencanakan harus didasarkan
pada kemampuan dan pengalaman yang dimiliki, sehingga sasaran yang ditetapkan
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
2.
Dirumuskan dengan jelas
Sasaran perlu dirumuskan dengan jelas,
sehingga pelaksanaan dan pengendaliannya akan menjadi lebih mudah.
3.
Dapat diukur hasilnya
Sasaran yang ditetapkan akan menjadi
acuan tindakan pelaksanaan dan pengendaliannya dari waktu ke waktu, sehingga
ukurannya dibuat dalam kuantitatif.
4. Ada kerangka waktu yang jelas
Mengukur hasil atau pencapaian hasil
suatu usaha akan terikat pada jumlah dan waktu.
Pembatasan Penganggaran
Melibatkan waktu yang akan datang,
sehingga diperlukan batasan-batasan atau asumsi :
1. Budgetting didasarkan pada taksiran-taksiran
(estimasi)
2. Budgetting harus disesuaikan terhadap perkembangan
situasi dan kondisi yang melatarbelakangi.
3. Budgetting tidak menggantikan manajemen dan
administrasi tetapi merupakan alat bantu untuk pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi.
4. Realisasi Budgetting tidak akan terjadi secara
otomatis, tetapi membutuhkan usaha dan keras untuk mencapainya.
Sumber dan Alat Bantu Budgetting
Sumber-sumber data terseebut terdiri
dari :
1. Laporan keuangan periode lalu
2. Data riset pasar mengenai potensi funding dan financing
3. Permohonan pembiayaan yang akan direalisasikan
untuk periode mendatang
4. Rencana angsuran pembiayaan
5. Rencana pengeluaran biaya periode berikutnya
6. Kebijakan yang telah disepakati bersama
7. Asumsi-asumsi dalam penetapan cash in dan cash out
sesuai dengan kebijakan yang telah disepakati
Sedangkan alat bantu yang sederhana
yang digunakan untuk melakukan Budgetting adalah Aliran Kas (cash flow) yaitu suatu format keuangan
yang mengilustrasikan target-target mengenai mengalirnya dana masuk (cash in) dan dana keluar (cash out) serta saldo kas pada suatu
periode tertentu.
B.
ETIKA DALAM AKUNTANSI
Secara sederhana, akuntansi adalah
proses bisnis mencapai kegiatan keuangan dengan mencatat pengeluaran dan penerimaan
serta laporan keuangannya. Akuntan yang bekerja di suatu perusahaan melakukan
pencatatan keuangan sesuai dengan standart dan prinsip yang diakui di suatu
negara. Akuntan karyawan adalah pekerja di suatu perusahaan, dan sama seperti
karyawan yang lain dalam melakukan pekerjaannya, memiliki kewajiban moral yang
sama seperti karyawan yang lain. Ada profesi akuntan yang disebut akuntan
publik yang bekerja pada kantor akuntan, perusahaan jasa untuk memeriksa buku
perusahaan dan laporan keuangannya. Akuntan dibayar oleh perusahaan yang
diauditnya, tetapi melayani masyarakat umum yang memerlukan informasi tentang
keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Akuntan publik sering menghadapi
tekanan dari nasabahnya yang menginginkannya untuk melakukan tindakan-tindakan
yang tidak legal, seperti menurunkan besarnya pendapatan, memalsukan dokumen,
memalsukan biaya, menghindari pajak pendapatan, dan lain-lain.
Tindakan-tindakan tidak legal ini tidak perlu dipermasalahkan lagi
moralitasnya, karena sudah jelas tidak bermoral.
Permasalahan moral yang paling banyak
dipermasalahkan adalah melakukan earnings
management, yaitu tindakan untuk menaikkan atau menurunkan pendapatan
perusahaan tanpa adanya kenaikan atau penurunan yang sebenarnya dari operasi
perusahaan. Permasalahan moral yang lain adalah penentuan biaya jasa akuntansi
tersebut. Issue yang lain adalah bagaimana menangani permasalahan yang terjadi
karena perubahan-perubahan yang cepat terjadi dalam peraturan, hukum, dan
praktek serta aturan akuntansi. Bagi banyak akuntan, tindakan yang bermoral
adalah yang mengikuti aturan atau standart tersebut. Banyak yang berpendapat
tidak demikian, kenyataannya makin jauh moralitasnya dari aturan dan standar
itu sendiri.
Tujuan dari pemeriksaan akuntansi dari
suatu perusahaan adalah untuk meyakinkan kepada masyarakat umum bahwa keuangan
perusahaan sebagaimana dilaporkan adalah benar, sistem itu sendiri tidak dibuat
untuk menjamin hal tersebut. Perusahaan jasa akuntan yang memeriksa keuangan
perusahaan sebenarnya bekerja pada perusahaan tersebut. Walaupun kantor akuntan
tersebut sama sekali lepas dan tidak ada unsur kepemilikan dalam perusahaan
yang diperiksa, akan tetapi perusahaan yang diperiksa itu yang membayar untuk
pekerjaannya. Kantor akuntan tidak memiliki tanggung jawab untuk membuktikan
kebenaran informasi yang diberikan kepadanya. Kantor akuntan juga tidak
bertanggung jawab untuk melaporkan setiap kesalahan, kecurangan, dan perbedaan
yang ditemukannya, walaupun hal ini tidak berarti bahwa kantor tersebut
menyembunyikan kejahatan. Dengan demikian, sistem sekarang ini tidak
benar-benar mampu menyelesaikan mereka yang ingin mengetahui kesalahan keuangan
yang sebenarnya dari suatu perusahaan.
Bila hal ini benar-benar untuk
melindungi kepentingan publik, maka secara moral kantor akuntan wajib untuk
mendahulukan kepentingan umum. Dalam kenyataannya, tidak ada kepastian mengenai
tujuan dari kebijakan itu sendiri, sehingga potensi kantor akuntansi secara
moral juga tidak jelas. Banyak kantor akuntan yang merangkap jasa konsultasi
manajemen, dan ini memperbesar konflik kepentingan. Bila suatu kantor akuntan
adalah konsultan suatu perusahaan dan kemudian yang memeriksa perusahaan
tersebut, maka hasilnya akan selalu memuaskan.
C. KEUANGAN
DAN BANK
Ada berbagai lembaga keuangan, bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Terdapat pula bermacam-macam bank, dan terdapat pula lembaga keuangan bukan
bank, akan tetapi melakukan kegiatan bisnis yang melibatkan uang, seperti
perusahaan asuransi, dana pensiun, dan lain-lain. Berbagai issue moral timbul
dalam kegiatan bisnis bank dan lembaga keuangan tersebut.
Negara-negara maju dengan kemajuan
ekonominya memiliki kelebihan uang yang tidak cukup diserap dalam sistem
perbankan mereka, dana tersebut masuk ke pasar internasional untuk digunakan
dalam bentuk yang disebut “bantuan” (foreifn aid) secara bilateral maupun
pemerintah atau melalui lembaga-lembaga internasional. Dana tersebut disambut
negara-negara berkembang, yang dengan keterbatasan infrastruktur moral dapat
menjamin penggunaan yang bermoral dari pinjaman tersebut. Berbagai issue moral
timbul dari situasi ini, adilkah bagi rakyat di negara-negara bekembang untuk
terhambat kemajuannya dan terbebani kehidupannya hanya untuk membayar bunga
hutang. Siapapun yang tidak bermoral dalam meminjam dan meminjamkan harus
menanggung resikonya. Dampak akhir yang menderita adalah rakyat di negara
penghutang atau di negara pemberi hutang.
Berbagai uasaha untuk menyelesaikannya
telah dicoba, dengan menghapuskan sebagian hutang, tapi biasanya yang
dihapuskan sangat kecil dibanding total hutang. Dengan restrukturisasi hutang,
merupakan perpanjangan waktu pembayaran kembali hutang dengan bunga hutang
bertambah. Dimensi moral situasi ini sangat kompleks. Sulit untuk menentukan
tindakan yang tidak bermoral sehingga dapat dipermasalahkan.
Pemerintah negara-negara berkembang
secara bilateral dapat merundingkan hutang mereka dengan tiap negara yang
memberi hutang, untuk berhenti membayar hutang dalam valuta asing mereka dan
tidak lagi dikenakan bunga. Hutang dibayar berjadwal, tapi tidak dengan uang
tunai, tapi dengan produk yang dihasilkan oleh negara penghutang, sebagian
adalah produk yang dihasilkan dari negara penghutang dan sebagian dari produk
yang akan dihasilkan. Untuk produk yang akan dihasilkan, negara penghutang
membangun pabrik dengan syarat pabrik dibayar dengan produk juga. Penyelesaian
seperti ini diperkirakan memenuhi konsep penyelesaian yang adil dan beradab.
D.
INVESTASI YANG BERMORAL
Tanggung jawab moral bersangkutan
dengan tindakan yang dinilai moralitasnya, dan tanggung jawab moral hanya ada
bila tindakan yang dipermasalahkan dilakukan dengan bebas dan diketahui, serta
tidak ada kondisi yang menghalanginya.
Pemegang saham mempunyai tanggung
jawab atas apa yang dilakukan oleh perusahaan. Investor individu umumnya
membeli saham atas saran analisis pasar dengan tujuan memperoleh deviden.
Pemegang saham dari perusahaan publik tidak dapat bertanggung jawab secara
moral atas apa yang dilakukan oleh perusahaan, oleh karena pemegang saham pada
kenyataannya tidak terkait dengan hubungan antara tindakan perusahaan dan
dampaknya, walaupun ini tidak berarti mereka bebas dari semua tanggung jawab.
Sesungguhnya setiap orang secara moral
tidak dibenarkan untuk investasi dalam usaha tidak bermoral. Bila kita
mengetahui suatu usaha tidak bermoral, maka kita memiliki tanggung jawab moral
untuk tidak melakukan investasi dalam usaha tersebut, atau bila telah melakukan
investasi, kita memiliki tanggung jawab moral untuk keluar dari investasi
tersebut. Bila suatu perusahaan melakukan praktik yang tidak bermoral, maka
tidak seorangpun secara moral dapat mendukung aktivitas tersebut melalui
pembelian sahamnya.
Oleh karena itu bila perusahaan
mempraktekkan dikriminasi rasial dalam penerimaan karyawannya, atau mengunakan
pekerja anak-anak, maka tidak bermoral untuk investasi di perusahaan tersebut.
Permasalahannya bukan apakah perusahaan legal secara hukum atau tidak. Suatu
perusahaan yang legal tidak berarti bahwa perusahaan itu otomatis bermoral.
Dari pandangan moral, sebelum dapat
dibebaskan dari tanggung jawab karena ketidaktahuan, maka harus diyakini
ketidaktahuan itu benar-benar wajar. Artinya, apakah orang biasa akan
mengetahui hal tersebut bila mereka memperhatikan atau merasa bertanggung jawab
akan hal tersebut sehingga memperhatikan dengan seksama apakah suatu hal
terjadi atau tidak. Pemegang saham seharusnya memperhatikan aktivitas
perusahaan yang mereka miliki, termasuk catatan etika mereka. Bila diketahui
suatu perusahaan melakukan tindakan tidak bermoral, maka selayaknya tidak
berinvestasi dalam saham perusahaan tersebut. Bila kita sudah menjadi pemegang
saham perusahaan yang kemudian melakukan kegiatan yang tidak bermoral, maka
merupakan tanggung jawab kita untuk menjual kembali saham perusahaan. Mereka
seharusnya meneliti apakah perusahaan tersebut melakukan bisnis yang tidak
bermoral sebelum melakukan pembelian. Setelah mereka memiliki perusahaan
tersebut, maka mereka memiliki cukup suara untuk mempengaruhi manajer
perusahaan dalam etika.
Apakah hal ini tidak mungkin karena
semua perusahaan melakukan bisnisnya dengan tidak bermoral, atau karena tidak
dapat dihindari investasi yang tidak bermoral. Walaupun misalnya investasi
dilakukan melalui deposito di bank, atau perusahaan asuransi, tetapi mereka
menginvestasikan lagi di perusahaan-perusahaan atas dasar yang memberikan
keuntungan terbesar. Jadi, pemilik modal awal sebenarnya tidak memiliki kontrol
tentang uangnya digunakan untuk investasi di perusahaan tidak bermoral atau
bukan. Argumentasi tentang semua perusahaan tidak bermoral tidak dapat diterima
karena berarti kita berpendapat bahwa semua kegiatan bisnis tidak bermoral.
Secara umum, maka tidak ada investor
atau manajer keuangan perusahaan dapat mengabaikan norma-norma etika atau
menghindari pertimbangan etika dalam praktek keuangannya. Tantangan untuk
berpikir dan bertindak secara moral berarti tidak berpikir dalam jangka pendek,
dan menggunakan moralitas konvensional untuk mempertimbangkan peranan
masyarakat dan perspektif demi keuntungan bersama.